Lensa muncul pertama kalinya pada untuk penggunaan kacamata. Pada prosesnya selama 300 tahun terus berkembang hingga muncul lensa untuk penggunaan pada teleskop dan mikroskop. Pada abad ke-17, orang-orang berpendapat bahwa tidak bisa sembarang lensa yang bisa digunakan pada camera obscura. Maka dibuatlah lensa convex yang berfungsi untuk menghasilkan gambar yang lebih jelas dan lebih tajam.
Camera obscura merupakan nenek moyang dari kamera yang diciptakan pertama kali oleh seorang ilmuwan Irak yang bernama Hassan bin Hassan atau yang lebih dikenal sebagai Ibn Al Haytham seperti yang tercantum dalam bukunya “Book of Optics” pada tahun 1015-1021.
Sebelum tahun 1300, Roger Bacon dianggap sebagai penemu kamera oleh segelintir orang, tapi hal ini dibantah keras oleh ilmuwan dunia saat itu karena Roger Bacon menemukan teropong bintang untuk melihat gerhana matahari, bukan berarti beliau menjadi penemu kamera.
Kemudian pada tahun 1660-an, seorang ilmuwan asal Inggris, Robert Hoyle bersama asistennya, Robert Hooke mengembangkan kamera ciptaan dari Ibn Al Haytam sehingga menjadi cikal bakal kamera sekarang ini.
Kamera pertama yang berukuran kecil dan bisa dibawa-bawa untuk penggunaan fotografi dibuat oleh Johann Zahn pada tahun 1685. Tempat fokus pertama kali pada kamera fotografi pertama digunakan dengan menambahkan kotak yang bisa digeser dan terbuat dari kayu. Padahal sebelumnya sebuah kamera harus dimasukan sebuah plat sensitif di depan layarnya untuk melihat dan fungsinya untuk merekam gambar.
Jacques Daguerre membuat daguerreotype yang prosesnya menggunakan plat copper, kemudian William Fox Talbot juga menemukan proses calotype yang berfungsi untuk merekam obyek atau gambar ke kertas.
Pada tahun 1826, sebuah kotak kayu yang bisa digeser hasil bikinan Charles and Vincent Chevalier di Paris, dibuat sebagai kamera fotografi permanen oleh Joseph Nicéphore Niépce. Beliau membuatnya sebagai kamera fotografi permanen berdasarkan atas penemuan oleh Johann Heinrich Schultz di tahun 1724.
Tahun 1829, Niépce bekerjasama dengan Louis Jacques Mande Daguerre. Empat tahun kemudian Niépce pun wafat, tapi penelitian dan proyeknya terus berlanjut. Hasil dari perjuangan Daguerre seorang diri menghasilkan suatu proses mencetak gambar di kaca yang permanen dan tekniknya dinamakan daguerreotype. Teknik ini kemudian dijual kepada pemerintah Perancis pada tahun 1839. Teknik mencetak gambar ini menjadi tersebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun ada satu kelemahan dalam teknik ini, yaitu kita hanya bisa mencetak satu gambar saja.
Seorang berkewarganegaraan Inggris bernama William Fox Talbot menemukan teknik mencetak gambar yang bisa diperbanyak dengan menggunakan kertas film negatif. Namun demikian hasil cetakannya tidak sebagus daguerreotype, tapi kelebihannya dapat diperbanyak berapapun jumlahnya. Teknik ini dinamakan calotype dan ditemukan pada tahun 1844.
Setelah berkembangnya teknik daguerreotype dan calotype, maka muncul inovasi baru yang dikembangkan oleh Frederick Scott Archer pada tahun 1851. Teknik ini dapat mencetak foto lebih cepat. Hanya dalam waktu 3 detik!! Proses sederhananya begini, gambar dicetak pada saat plat film masih dalam keadaan basah. Teknik ini dinamakan collodion.
Richard Maddox menemukan gelatin, sebuah bahan yang bisa digunakan untuk mencetak foto untuk menggantikan piringan kaca fotografik pada tahun 1871. Ini merupakan awal dari proses produksi massal film.
Teknik-teknik dalam fotografi berkembang pesat selama abad 20 hingga ditandai oleh beberapa event penting seperti dikembangkannya film berwarna (1907), dikembangkannya film berwarna berlapis yang disebut Kodachrome (1936) dan sangat berperannya jurnalisme foto saat pemberitaan di masa-masa Perang Dunia II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar